Syeikh Ahmad ar-Rifay: Sebenarnya kekasih hati adalah Allah Swt. Bila Allah Swt mencintai hambaNya, Dia menampakkan rahasiaNya pada keagungan kekuasaanNya, dan Allah Swt, menggerakkan hatinya sebagai limpahan anugerahNya, Allah Swt, memberi minuman dari piala gelas cintaNya, hingga ia mabuk dari selain Dia, lalu dijadikannya berada dalam kemesraan, kedekatan dan kesahabatan denganNya, sampai ia tidak sabar untuk segera mengingatNya, tidak memilih yang lainNya dan tidak sibuk dengan satu pun selain perintahNya.
Syeikh Abu Bakr al-Wasithy ra, berkata, ”Posisi cinta lebih di depan dibanding posisi takut. Siapa yang ingin masuk dalam bagian cinta, hendaknya ia selalu husnudzdzon kepada Allah SWT dan mengagungkan kehormatanNya.”
Diriwayatkan bahwa Allah Swt, memberi wahyu kepada Nabi Dawud as. ”Hai Dawud! Cintailah Aku, dan cintailah kekasih-kekasihKu, dan cintailah Aku untuk hamba-hambaKu.”. Lalu Nabi Dawud as, berkata, “Ilahi! Aku mencintaiMu, dan mencintai kekasih-kekasihMu, lalu bagaimana mencintaiMu untuk hamba-hambaMu?”. “Ingatkan mereka, akan kagunganKu dan kebaikan kasih sayangKu.” Jawab Allah Swt. Dalam hadits disebutkan, “Bila Allah mencintai seorang hamba dari kalangan hamba-hambaNya, Jibril as, mengumumkan “Wahai ahli langit dan bumi, wahai kalangan wali-wali Allah dan para Sufi! Sesungguhnya Allah Ta’ala mencinta si Fulan, maka cintailah dia.”
Dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah ra, dari Nabi Saw: “Apabila Allah Ta’ala mencintai hamba, maka Jibril mengumandangkan, “Sesungguhnya Allah sedang mencintai si Fulan, maka cintailah dia. Lalu penghuni langit pun mencintainya, baru kemudian di diterima oleh penghuni bumi. Namun bila Allah Ta’ala membenci si Fulan, maka Allah Swt mengundang Jibril dan berfirnman, “Aku lagi membenci si fulan, maka bencilah ia.!” Jibril pun membencinya, kemudian mengajak kepada penghuni langit dengan mengatakan, “Sesungguhnya Allah sedang membenci si Fulan, maka bencilah padanya. Lalu rasa benci itu diturunkan di muka bumi.”
Abu Adullah an-Nasaj ra, mengatakan, “Setiap amal yang tidak disertai cinta kepada Allah Swt, tidak bisa diterima.”. “Siapa yang mencintai Allah Swt, maka Dia mengujinya dengan berbagai cobaan. Dan siapa yang berpaling dariNya pada lainNya, ia terhijab dariNya dan gugur dari hamparan para pecintaNya.”
Abdullah bin Zaid ra, berkisah, “Saya sedang bertemu dengan lelaki sedang tidur di atas salju, sementara di keningnya bercucuran keringat. Aku bertanya, “Hai hamba Allah! Bukankah sangat dingin!” Lalu ia menjawab, “Siapa yang sibuk mencintai Tuhannya, tidak pernah merasa dingin.”. “Lalu apa tanda pecinta itu?” tanyaku. “Merasa masih sedikit atas amalnya yang banyak, dan merasa meraih banyak walau mendapatkan sedikit karena dating dari Kekasihnya.” Jawabnya. “Kalau begitu beri aku wasiat.” “Jadilah dirimu hanya bagi Allah, maka Allah bakal bagimu.”
Rasulullah Saw, menjawab, “Allah tidak ingin mengabadikan wali-waliNya di dunia, namun Allah memilih wali-wali dan kekasih-kekasihNya, untuk meraih kemuliaan utamaNya. Tidakkah kamu tahu bahwa pecinta selalu merindukan kekasihnya? Sungguh elok bagi orang yang ruhnya dan arahnya adalah bertemu Allah.”
Uwais ra ditanya, “Bagaimana kabarmu pagi ini?”
Jawabnya, “Bagaimana ada kabar pagi bagi orang yang ketika pagi hari tidak ingin datangnya sore hari, dan ketika sore hari tidak ingin datangnya pagi, sedangkan rindunya panjang hingga ke relung hati?”
Lalu Abu Hurairah ra berkata, “Belikan aku kematian, kalau kamu bisa, lakukanlah. Karena begitu lama rinduku kepada TuhanKu. Sedangkan mati lebih kucintai dibanding minum air dingin bagi orang yang kehausan, dan lebih manis ketimbang madu.” Lalu beliau menangis sekeras-kerasnya, sembari berkata, “Duh rindunya aku….kepada Yang Melihatku, tetapi aku tak melihatNya…”. Lalu beliau pingsan.
Rabiah Adawiyah ra menangis ketika menjelang matinya, dan tertawa ketika saat itu tiba. Maka ditanya kenapa demikian? “Soal tangisku, karena aku segera berpisah dengan dzikir di tengah malam dan siangku. Sedangkan tertawaku, saking gembiranya hatiku segera bertemu denganNya.”. Lalu beliau wafat saat itu pula
Abu Barda’ ra, sakit. Ia ditanya, “Maukah kami panggilkan dokter yang bias mengobatimu?” Dia menjawab, “Dokter malah menyakitiku. Sudah begitu lama rinduku pada Tuhanku, dan rinduku pada pujaan hatiku Muhammad Saw, serta rinduku pada kawan-kawanku yang sudah mendahuluiku. Aku sangat takut jika berpisah dengan mereka.”
Dzun Nuun al-Mishry munajat, mulai malam hingga pagi: “Duhai Sang Penolong, duhai Sang Penolong….”. Lalu ia terdiam. Maka ia ditanya tentang hal itu. “Semalam aku melihat dengan mata batin mengenai kinerja Allah Swt, hingga Dia menghamparkan latar cintaNya kepadaku, hingga aku tersengat rindu dahsyat, lalu aku mohon pertolongan padaNya agar segera keluar dari dunia, sebagaimana keinginan ahli neraka untuk keluar dari neraka. Lalu aku melihat bagian para Mujtahid di dunia, dan para penempuh JalanNya di kegelapan malam, dan bagaimana mereka menggelar keningnya di hadapan Allah Yang Maha Tahu Yang ghaib, dengan kebeningan hati mereka. Baru aku merasa tenang.
Uqbah bin Salamah ra, berkata, “Tak ada saat yang paling mendekatkan hamba kepada Allah Swt dibanding ketika ia bersujud, dan tak ada yang lebih dicintai Allah dari seorang hamba dibanding hamba yang rindu menemuiNya.”
Ibrahim bin Adham ra berkata, “Aku masuk ke bukit Lebanon, tiba-tiba ada pemuda yang berdiri sembari berkata, “Wahai Dzat yang hatiku terus menciNya! Wahai yang nafsuku terus berkhidmah padaNya, dan rinduku begitu dahsyat padaNya. Kapankah aku menemuiMu?”. “Semoga Allah merahmatimu. Apa sesungguhnya tanda mencintai Allah?” tanyaku. “Cinta berdzikir padaNya,” jawabnya. “Tanda perinduNya?” “Hendaknya ia tak pernah melupakanNya dalam segala situasi dan kondisi,” jawabnya. Suatu ketika sebagian ahli ma’rifat sedang menjelang wafat, lalu isterinya menangis. “Apa yang kau tangisi?” tanyanya. “Bagaimana aku tidak menangis, sedangkan aku akan sendiri.” “Duh kamu ini. Sejak empat puluh tahun aku sangat menangis penuh rindu untuk hari seperti ini. Inilah hari sampainya diriku, hari kesenangan dan bebasku. Duhai selamat datang hari penantian!”