Tak seorang hamba pun yang berdzikir secara hakiki, melainkan akan lupa pada selain Allah Ta’ala. Allah sebagai ganti segalanya. Terkadang sang arif ingin berdzikir, lantas memuncaklah gelombang pengagungan dan kharismaNya, hingga lisannya kelu, lalu jiwanya membubung karena keagungan wahdaniyahNya, kemudian tampak padanya pancaran rindu dan cinta dari hijab kasih qalbu dan kelembutan, hingga hasratnya sampai pada permadani Uluhiyah dan hamparan medan rububiyah, atas izin Allah Ta’ala. Pada saat itulah terbuka tirai dari segala hal selain Dia, atas keajaiban rahasiaNya dan kelembutan ciptaanNya, keparipurnaan KuasaNya dan pancaran cahaya-cahaya SuciNya.
Pada saat itulah sang hamba tahu bahwa Allah swt melakukan apa pun yang dikehendnakiNya, pada orang yang dikehendaki, bagi orang yang dikehendaki, kapan kehendakNya dan bagaimana kehendakNya, melalui Tangan anugerahNya, pemberian dan kehendakNya.. Tak ada yang menolak atas karuniaNya dan tidak ada yang menghalangangi atas hukumNya, maka sang hamba akan sibuk denganNya, menjadi fana’ dibawah Baqa’Nya.
Inilah makna dari salah satu kabar, bahwa Allah swt, berfirman dalam salah satu kitabNya, “Siapa yang mengingatKu dan tidak lupa padaKu, maka Kugerakkan hatinya untuk mencintaiKu, hingga ketika ia bicara ia bicara karenaKu, dan ketika diam, ia diam karenaKu.” Allah swt, berfirman: “Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan dzikir kepada Allah…”
Yahya bin Mu’adz ra, berkata, “Dzikir itu lebih besar ketimbang syurga, karena dzikir itu adalah bagian Allah sedangkan syurga itu bagiannya hamba. Dalam dzikir ada ridlo Allah, sedang dalam syurga ada ridlo hamba.”
Dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, beliau berkata, “Sesungguhynya Allah Ta’ala tampak pada orang-orang yang berdzikir ketika berdzikir dan membaca Al-Qur’an, hanya saja mereka tidak melihatNya. Karena Allah Maha Mulia (tidak bias) dilihat (matakepala), dan Maha Jelas dari ketersembunyian. Karena itu, menyendirilah kalian semua bersama Allah swt, dan bermesralah dengan dzikrullah. Tak ada yang turun pada seorang hamba satu pun, kecuali ada dalilnya dalam Kitabullah, berupa petunjuk dan penjelasan.” Mesra dengan Allah swt.
Abu Abdullah an-Nasaj ra mengatakan, “Sesungguhnya Allah swt memiliki syurga di dunia, siapa pun yang masuk akan aman. Sungguh indah dan sebaik-baik tempat kembali.” Ditanya, “Syurga apakah itu?” “Mesra bersama Allah swt.” Jawabnya. Dalam sebagian kitabnya Allah Ta’ala berfirman, “Wali-wali dan KekasihKu, bernikmat-nikmatlah kalian dengan mengingatKu, dan bersukacitalah denganKu. Akulah senikma-nikmat Tuhan bagimu di dunia dan di akhirat.”.
Abu Bakr al-Wasithy ditanya, “Apakah anda ingin makanan?”. “Ya,” jawabnya. “Makanan apa?”. “Satu suapan dari dzikrullah, dengan kejernihan yaqin, dan di atas sajian ma’rifat, dengan tegukan air husnudzon dari wadah ridlo Allah swt.”
Diriwayatkan Allah swt, berfirman kepada Nabi Ibrahim as, “Tahukan kamu mengapa Aku jadikan dirimu sebagai Al-Khalil (sahabat dekat)?” “Tidak,” jawab Ibrahim as. “Karena hatimu tak pernah lupa padaKu, dan dalam situasi apa pun dirimu tak pernah melupakanKu…” “Jika bukan karena Engkau memerintahkan kami berdzikir kepadaMu, siapakah yang berani mengingatMu? Karena keagungan dan kebesaranMu…..?” Sungguh mengherankan bagaimana orang yang berdzikir, hatinya masih ada dalam tubuhnya ketika mengingat keagunganMu!
Diriwayatkan, bahwa Allah swt, berfirman kepada Nabi Musa as, “Wahai Musa, sesungguhnya aku tidak menerima sholat dan dzikir kecuali pada orang yang tunduk pada keagunganKu, hatinya terus menerus takut padaKu dan usianya dihabiskan untuk mengingatKu. Wahai Musa!Orang seperti itu, ibarat syurga firdaus di antara syurga, rasanya tak pernah berubah, daunnya tak pernah kering, maka Aku jadikan rasa takutnya sebagai rasa aman baginya, dan kujadikan cahaya ketika dalam kegelapan, dan Aku ijabahi sebelum berdoa, serta Aku beri sebelum meminta kepadaKu.”
Dalam suatu hadits disebutkan, Allah swt, berfirman: “Siapa yang sibuk dzikir padaKu jauh dari meminta padaKu, akan Aku beri sesuatu yang lebih utama disbanding yang Kuberikan mereka yang meminta padaKu.” Nabi Isa as, mengatakan, “betapa bahagia orang yang berdzikir kepada allah swt, dan tidak mengingat kecuali hanya Allah swt. Dan bahagialah orang yang takut penuh cinta kepada Allah swt, dan tidak takut kecuali hanya pada Allah swt.”
Diriwayatkan bahwa Nabi Ya’qub as, ketika munajat, “Oh kasihan sekali Yusuf…” Maka Allah swt menurunkan wahyu, “Sampai kapan kamu ingat Yusuf terus? Apakah Yusuf itu makhlukmu, atau rizkimu, atau yang memberimu kenabian? Maka demi kemuliaanKu, seandainya kamu mengingatKu, dan kamu sibuk mengingatKu dengan menepis ingatan yang lain, sungguh Aku bebaskan derita dalam dirimu seketika!” Maka, Nabi Ya’qub tahu atas kesalahannya dalam mengingat dan menyebut Yusuf, lalu ia pun membungkam lisannya.
Rabi’ah al-Bashriyah ra, mengatakan, “Betapa menakutkannya di saat ketika aku tidak mengingatMu!”
Nabi Musa as, suatu hari bermunajat: “Ya Ilahi, benarkan Engkau dekat hingga Aku munajat kepadaMu? Ataukan Engkau jauh hingga aku memanggilMu?” “Aku senantiasa bersama orang yang mengingatKu, dekat dengan orang yang bersukacita denganKu, lebih dekat dibanding urat nadi,” jawab Allah swt.
Dzun Nuun al-Mishry ditanya, “Kapankah seorang hamba benar-benar sufistik dalam dzikrullah?” . Jawabnya “Manakala ia ma’rifat dengan Allah swt, dan bebas dari selain Allah swt.”.
Ali bin Abi Thalib–Karromallahu Wajhah– menegaskan, “Dzikrullah itu makanan jiwa, memuji Allah itu minuman jiwa, dan malu pada Allah swt itu pakaian jiwa. Tak ada yang lebih lezat ketimbang mengingatNya, dan tak ada yang lebih nikimat ketimbang bermesra denganNya.” Dalam salah satu kitabNya, Allah swt, berfirman, “Siapa yang mengingatKu dalam batinnya, maka Aku mengingatnya dalam DiriKu, siapa yang mengingatKu di padang luas, Aku pun mengingatnya di padang luas, siapa yang mengingatKu dengan segenap dirinya, maka Aku mengingatnya dengan segenapKu.” Para makhluk pada menjerit pada iblis, sedangkan Iblis menjerit karena orang-orang yang berdzikir, lalu beliau membaca ayat : “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa manakala bertemu dengan segolongan syetan (dengan godaannya), mereka berdzikir kepada Allah, dan ketika itu pula mereka memandang kesalahan-kesalahannya.” (Al-A’raaf, 201).
Ibnu Abbas ra, mengatakan, “Tak seorang pun dari orang beriman melainkan dalam dirinya ada syetan, apabila mengingat Allah syetan terpedaya, dan jika ia lupa dzikir maka syetan menggoda.’ Dzikrullah adalah obat, penyakit mana pun tidak akan mengancamnya. Sedangkan mengingat manusia itu penyakit, obat mana pun tak akan menyembuhkannya.